1.
Siapa saja yang
perlu menerima izin lingkungan?
Yang memang perlu untuk menerima izin lingkungan adalah setiap orang yang melakukan usaha atau
melakukan kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan. AMDAL wajib dimiliki oleh setiap usaha atau setiap kegiatan yang memiliki
dampak langsung terhadap lingkungan. Untuk usaha dan juga kegiatan yang tidak
wajib memiliki AMDAL, ditetapkan peraturan untuk memiliki UKL-UPL.
2.
Apa saja prosedur yang harus diterapkan?
Prosedur yang
harus diterapkan dalam mendapatkan izin lingkungan melalui tahapan: (1) Penyusunan
AMDAL l dan UKL-UPL; (2) Penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan (3) Permohonan dan
penerbitan Izin Lingkungan. Permohonan Izin Lingkungan ini diajukan secara tertulis
kepada Menteri, gubernur, atau bupati atau walikota. Permohonan Izin Lingkungan
disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian AMDAL dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL- UPL. Permohonan izin lingkungan juga harus dilengkapi dengan
(1) dokumen AMDAL atau formulir UKL-UPL; (2) dokumen pendirian Usaha
dan/atau Kegiatan;dan (3) profil Usaha dan/atau Kegiatan.
3.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan?
SK
dan izin lingkungan ditetapkan bersama dalam waktu selambatnya 10 hari setalah
pengajuan. Pengumuman
melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi usaha paling lama 2 hari kerja yang terhitung sejak
formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat dapat
memberikan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap pengumuman paling lama 3
hari kerja sejak diumumkan. Izin
lingkungan paling lama 100 hari (penilaian 75, pengumuman 15 hari, SKKL 10
hari).
4.
Bagaimana cara membuat laporan?
Untuk mengajukan izin lingkungan perusahaan harus
membuat Laporan kegiatan, dan dalam membuat laporan
perusahaan diharuskan mematuhi tata cara dalam menyusun AMDAL. Implementasi
Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan dilaporkan sebagai Laporan Izin Lingkungan.
Apa saja pasal yang merugikan pebisnis ?
Pasal 20 : dinyatakan baku mutu lingkungan meliputi, baku mutu air, baku
mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambient, baku mutu emisi,
baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Untuk menerapkan baku mutu lingkungan terkait
temperatur air seperti yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan proses yang
tidak sederhana dan membutuhkan investasi yang besar sehingga tidak dapat
diterapkan dalam waktu cepat.
Pasal 26 : ayat
(2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian
informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan
dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan seperti apa dan
bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya hukum apa yang
dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan
ayat
(4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan sehingga dapat
menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen
tersebut, sehingga justru mereduksi hak-hak masyarakat dalam proses awal
pembangunan.
Pasal 40 : (1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan.. (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin
usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan
mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui
izin lingkungan. Dengan begitu, perusahaan yang tidak memiliki izin lingkungan
maka perusahaan itu tidak boleh tetap dijalankan. Apa bila hal itu terjadi maka
perusahaan akan mengalami kerugian yang besar.
Pasal 59 : (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
pengelolaan limbah B3
yang dihasilkannya. (2) Dalam hal B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti
ketentuan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan
sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. (4)
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (5) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus
dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. (6)
Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Apabila suaru
perusahaan dalam usaha mengeluarkan limbah B3 maka perusahaan tersebut harus
mencari izin lingkungan. Izin lingkungan ini bisa didapatkan melalui Menteri,
Gurbenur atau bupati/walikota baru setelah itu perusahaan dapat tetap berjalan,
padahal untuk meminta izin tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga
perusahaan harus mengeluarkan biaya yang banyak pula.
Pasal
61 : (1) Dumping sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Dumping
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah
ditentukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan
dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Izin untuk
pengaturan limbah harus melalui instansi yang terbilang akan membutuhkan waktu
yang lama, sehingga pihak perusahaan pasti akan mengeluarkan banyak biaya jika
perusahaan sudah dalam skala yang besar.
Pasal
76 : (1) Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan. (2) Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan. Ketika
produksi menyalahi aturan yang berlaku secara tertulis maka sanksi yang
diberikan akan berdampak pada perusahaan yang tidak dapat mengajukan izin
lingkungan dan perusahaan juga pasti akan dicabut izin lingkungannya dan juga
perusahaan akan diberikan sanksi dan denda sangat besar.
Pasal
80: Paksaan pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa: a. penghentian sementara
kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi; c. penutupan saluran
pembuangan air limbah atau emisi; d. pembongkaran;e. penyitaan terhadap barang
atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; f. penghentian sementara
seluruh kegiatan; atau g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. Pasal ini
merugikan pembisnis karena pasal ini bersifat paksaaan dengan ancaman
penghentian kegiatan produksi, pemindahan produksi, dan penutupan saluran, dan
lain-lain yang disebutkan di atas. Dengan begitu perusahaan akan mendirikan
bisnis mereka dari awal lagi dan akan mendaptkan kerugian yang besar.
Pasal
91 : (1) Masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sebenarnya pasal ini baik untuk
segi masyarakat karena masyarakat dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai
kerugian lingkungan yang tidak diharapkan. Namun, untuk perusahaan tidak
menguntungkan karena kebebasan masyarakat untuk mengadukan perusahaan.
Pasal 108 : UUPLH sangat penting untuk dilakukan sosialisasi, karena hal
ini bisa menimbulkan kesalah pahaman dan kesewenang-wenagan dalam penerapannya.
Dalam masyarakat pedesaan, masih banyak lahan milik masyarakat (perorangan)
yang luasnya diatas 2 (dua) hektar. Sebagimana bunyi pasal 108 bahwa “ Setiap
orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah)”. Dan dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) huruf h sebagaimana yang
dimaksud kearifan lokal dalam pasal 69 ayat (2) yaitu, kearifan lokal yang
dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas
lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis
varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api
ke wilayah sekelilingnya. Jika hal ini tidak tersosialisasikan ke masyarakat,
terutama masyarakat pedesaan bisa saja akan menimbulkan permasalahan dan
konflik baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar