Selasa, 06 Agustus 2013

Cara-cara untuk dapat mengurus izin lingkungan

1.      Siapa saja  yang perlu menerima izin lingkungan?
Yang memang perlu untuk menerima izin lingkungan adalah  setiap orang yang melakukan usaha atau melakukan kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. AMDAL wajib dimiliki oleh setiap usaha atau setiap kegiatan yang memiliki dampak langsung terhadap lingkungan. Untuk usaha dan juga kegiatan yang tidak wajib memiliki AMDAL, ditetapkan peraturan untuk memiliki UKL-UPL.

2.      Apa saja prosedur yang harus diterapkan?
Prosedur yang harus diterapkan dalam mendapatkan izin lingkungan melalui tahapan: (1) Penyusunan AMDAL l dan UKL-UPL; (2) Penilaian AMDAL dan pemeriksaan UKL-UPL; dan (3) Permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan. Permohonan Izin Lingkungan ini diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati atau walikota. Permohonan Izin Lingkungan disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian AMDAL dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL- UPL. Permohonan izin lingkungan juga harus dilengkapi dengan (1) dokumen AMDAL atau formulir UKL-UPL; (2) dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan;dan (3) profil Usaha dan/atau Kegiatan.

3.      Berapa lama waktu yang dibutuhkan?
SK dan izin lingkungan ditetapkan bersama dalam waktu selambatnya 10 hari setalah pengajuan. Pengumuman melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi usaha  paling lama 2 hari kerja yang terhitung sejak formulir UKL-UPL dinyatakan lengkap secara administrasi. Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap pengumuman paling lama 3 hari kerja sejak diumumkan. Izin lingkungan paling lama 100 hari (penilaian 75, pengumuman 15 hari, SKKL 10 hari).

4.      Bagaimana cara membuat laporan?
Untuk mengajukan izin lingkungan perusahaan harus membuat Laporan kegiatan, dan dalam membuat laporan perusahaan diharuskan mematuhi tata cara dalam menyusun AMDAL. Implementasi Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan dilaporkan sebagai  Laporan Izin Lingkungan.

Apa saja pasal yang merugikan pebisnis ?

Pasal 20 :      dinyatakan baku mutu lingkungan meliputi, baku mutu air, baku mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambient, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menerapkan baku mutu lingkungan terkait temperatur air seperti yang dipersyaratkan tersebut, diperlukan proses yang tidak sederhana dan membutuhkan investasi yang besar sehingga tidak dapat diterapkan dalam waktu cepat.

Pasal  26 :     ayat (2) bahwa” pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan”. Dalam pasal ini, tidak diikuti penjelasan seperti apa dan bagaimana bentuk informasi secara lengkap tersebut dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan bila hal tersebut tidak dilakukan
ayat (4) “masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal” juga tidak di ikuti penjelasan sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam hal yang seperti apa masyarakat menolak dokumen tersebut, sehingga justru mereduksi hak-hak masyarakat dalam proses awal pembangunan.

Pasal 40 :         (1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.. (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan. Dengan begitu, perusahaan yang tidak memiliki izin lingkungan maka perusahaan itu tidak boleh tetap dijalankan. Apa bila hal itu terjadi maka perusahaan akan mengalami kerugian yang besar.

Pasal 59 :         (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3
yang dihasilkannya. (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. (4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. (6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Apabila suaru perusahaan dalam usaha mengeluarkan limbah B3 maka perusahaan tersebut harus mencari izin lingkungan. Izin lingkungan ini bisa didapatkan melalui Menteri, Gurbenur atau bupati/walikota baru setelah itu perusahaan dapat tetap berjalan, padahal untuk meminta izin tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya yang banyak pula.

Pasal 61 :         (1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yang telah ditentukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Izin untuk pengaturan limbah harus melalui instansi yang terbilang akan membutuhkan waktu yang lama, sehingga pihak perusahaan pasti akan mengeluarkan banyak biaya jika perusahaan sudah dalam skala yang besar.

Pasal 76 :         (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (2) Sanksi administratif terdiri atas:  a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan. Ketika produksi menyalahi aturan yang berlaku secara tertulis maka sanksi yang diberikan akan berdampak pada perusahaan yang tidak dapat mengajukan izin lingkungan dan perusahaan juga pasti akan dicabut izin lingkungannya dan juga perusahaan akan diberikan sanksi dan denda sangat besar.

Pasal 80:          Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi; c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; d. pembongkaran;e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. Pasal ini merugikan pembisnis karena pasal ini bersifat paksaaan dengan ancaman penghentian kegiatan produksi, pemindahan produksi, dan penutupan saluran, dan lain-lain yang disebutkan di atas. Dengan begitu perusahaan akan mendirikan bisnis mereka dari awal lagi dan akan mendaptkan kerugian yang besar.

Pasal 91 :         (1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sebenarnya pasal ini baik untuk segi masyarakat karena masyarakat dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai kerugian lingkungan yang tidak diharapkan. Namun, untuk perusahaan tidak menguntungkan karena kebebasan masyarakat untuk mengadukan perusahaan.


Pasal 108 :       UUPLH sangat penting untuk dilakukan sosialisasi, karena hal ini bisa menimbulkan kesalah pahaman dan kesewenang-wenagan dalam penerapannya. Dalam masyarakat pedesaan, masih banyak lahan milik masyarakat (perorangan) yang luasnya diatas 2 (dua) hektar. Sebagimana bunyi pasal 108 bahwa “ Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Dan dalam penjelasan pasal 69 ayat (1) huruf h sebagaimana yang dimaksud kearifan lokal dalam pasal 69 ayat (2) yaitu, kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Jika hal ini tidak tersosialisasikan ke masyarakat, terutama masyarakat pedesaan bisa saja akan menimbulkan permasalahan dan konflik baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar