A. Pendahuluan
Belajar tentang pajak dianggap rumit oleh kebanyakan orang. Hal ini disebabkan oleh jumlah peraturan perpajakan yang cukup banyak. Belajar pajak memerlukan pemahaman secara garis besar tentang pajak sebelum belajar mengenai detil-detil perpajakan. Pemahaman perpajakanan secara garis besar diharapkan dapat membantu menghadapi sebuah permasalahan apabila kkita dapat mengetahui pada posisi mana sebenarnya masalah perpajakan tersebut berada.
Dasar hukum paling utama bagi berlakunya pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UUD 1945 (Amandemen IV) y7ang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang’. Itu berarti semua peraturan perpajakan haruslah menunjuk pada suatu undang-undang termasuk perangkat hukum di bawahnya sepanjang terdapat pelimpahan dari undang-undang yang mengaturnya.
Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 stdtd. Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 disebut dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ((UU KUP) adalah bentuk dari tata cara hukum pajak formal. Hukum Pajak Formal mengatur tentang bagaimana hukum pajak material dilakukan agar pajak material seperti PPh atau PPN dilakukan. Secara garis besar dalam UU KUP akan banyak membicarakan tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP)). Kewajiban WP seperti mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), ,melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP), pembukuan, penyetoran pajak, melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT). Sanksi-sanksi dan lain-lain. UU KUP juga mengatur mengenai hak WP seperti pengajuan keberatan, pengurangan, penghapusam, pembatalan, banding, gugatan, restitusi dan lain-lain. Termasuk pula di dalamnya mengatur kewajiban fiskus untuk menjaga rahasia WP.
Keberadaan UU KUP sangat penting bagi pelaksanaan hukum pajak di Indonesia karena banyaki membicarakan tentang ketentuan formal bagi WP dalam melakukan hak dan kewajibannya. Agar bias melakukan hak dan kewajibannya dengan baik, sangat penting bagi WP untuk mengetahui tentang isi UU KUP tersebut. Apabila WP tidak mengerti tentang hak dan kewajibannya akan membuat kesulitan bagi WP untuk melakukan kewajiban perpajakannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Selain itu, WP tidak mengetahui hak-hak yang dimilikinya akan merugikan WP sendiri seperti dalam hal pengajuan keberatan tidak mengetahui syarat-syaratnya, maka atas SKPKB yang diterima WP hanya bias pasrah saja. Oleh karena itu, untuk mengetaui hak WP dapat melakukan langkah manajemen yang tepat dan menghindari sanksi perpajakan yang berlaku.
B. Defini Pajak
Pengertian pajak sesuai Pasal 1 angka 1 UU KUP menyebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dapat disimpulkan secara garis besar dalam definisi pajak terkandung unsur:
1. Kontribusi wajib (membayar utang)
2. Terutang oleh orang atau badan
3. Sifatnya memaksa
4. Diatur melalui undang-undang
5. Tidak ada balas jasa secara langsung
6. Digunakan untuk keperluan Negara
7. Untuk kemakmuran rakyat
Contoh:
Kasus A
PT Aqilah Propertindo membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 3 milyar atas lahan Perumahan yang masih dalam proses pembangunan.
Kasus B
PT Aqilah Propertindo membayar retribusi sebesar Rp 2 milyar kepar\da Pemerintah Provinsi DKI atas izin usaha.
Analisis
Pada kasus A PT Aqilah Propertindo membayar pajak karena ada kontribusi wajib berupa uang Rp 3 milyar, terutang oleh PT Aqilah Propertindo, ketentuannya diatur di UU PBB, PT Aqilah Propertindo juga tidak menerima manfaat secara langsung atas pembayaran Rp 3 milyar tersebut, dan atas Rp 3 milyar tersebut juga digunakan oleh Negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan, sedangkan pada kasus B PT Aqilah Propertindo tidak membayar pajak karena tidak memenuhi syarat menerima imbalan secara tidak langsung karena sesudah membayar retribusi tersebut PT Aqilah Propertindo menerima manfaat yaitu dapat beroperasi di Provinsi DKI.
C. Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi Penerimaan (budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak makin meningkat dari tahun ke tahun.
2. Fungsi Mengatur (regularend)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan berbagai kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh, dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan. Demikian juga terhadap barang mewah dan rokok.
Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya, peran tersebut menjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Redistribusi bisa dilakukan pemerintah dari ‘ si kaya’ kepada ‘si miskin’, dari daerah surplus ke daerah minus, dari kota ke desa dan sebagainya. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, yaitu tarif yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan penghasilan lebih tinggi. Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau wujud system gotong-royong termasuk partisipasi masyarakat di dalam kegiatan pemerintahan atau pembangunan, khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan dengan baik, maka sebagai timbal-baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik.
D. Jenis-jenis Pajak
Secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia dapat dibedakan dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Menurut Sifatnya
1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung WP yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contah: Pajak Pertambahan NIlai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
b. Menurut Sasaran/Objeknya
Pembagian pajak menurut sasaran atau objeknya dimaksudkan pembedaan berdasarkan ciri-ciri prinsip:
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP). Contoh: PPh
2. Pajak Objektif. Adalah pajak yang berpangkal atau berdasar pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri WP. Contoh: PPN, PPnBM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai (BM)
c. Menurut Pemungutnya
1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat. Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB, BM, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Kendaraan Bermotor dan lain-lain. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009, BPHTB akan menjadi Pajak Daerah paling lambat pada tahun apa awal 2011 dan PBB sector Perkotaan dan Pedesaan atau dikenal dengan PBB Sektor P2 akan menjadi Pajak Daerah pada 31 Desember 2013.
E. Jenis-Jenis Pungutan Lain Selain Pajak
a. Retribusi
Retribusi pada umumnya mempunyai hubungan langsung dengan kembalinya prestasi (ada kontra prestasi secara langsung) karena pembayaran tersebut ditujukan semata-mata untuk mendapatkan seseuatu prestasi tertentu dari pemerintah, seperti karcis masuk terminal, karcis masuk tol dan lain-lain.
Pungutan retribusi di Indonesia mengacu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan Pasal 1 angka 64 undang-undang dimaksud menyebutkan bahwa Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
b. Sumbangan
Pengertian sumbangan di sini tidak boleh dicampuradukkan dengan retribusi, dalam retribusi dapat ditunjuk seseorang yang menikmati kontraprestasi secara langsung yaitu membayar retribusi, sedangkan pada sumbangan, yang merasakan imbalan/manfaatnya langsung adalah penerima sumbangan. Contoh: sumbangan bencana alam.
F. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:
1. Official Assessment System
Adalah suatu system pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah (fiskus-pegawai pajak) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus;
b. Wajib Pajak bersifat pasif;
c. Utang pajak timbul setelah diterbitkan SUrat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab, kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang dan harus dibayar.
3. Withholding Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain ini, nanti bisa menjadi kredit pajak atau merupakan pelunasan atas pajak terutang.
G. Tarif Pajak
Pemungutan pajak tidak terlepas dari faktor keadilan karena keadilan dapat menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam penetapan tarif pun harus mendasarkan pada keadilan. Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak. tarif pajak dimaksud adalah tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak yang harus dibayar). Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam persentase.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar